OLEH : SKOLASTIKA INTIVADA
MAHASISWI FKIP MATEMATIKA
Dendam
bukan mahkota. Dendam tidak lebih lebih sebagai kompensasi politis orang orang
yang kalah. Namun, selalu ada pertanyaan yang menghujam pada dinginnya nurani,
“apakah Indonesia kita akan tetap pada melodramanya, dengan semakin meningginya
eskalasi demonstrasi dinegeri ini, yang selalu menemukan pembentukan atiklimaks
monumentalnya.
Menyoal
Isu BBM, tentu tidak boleh dengan melepas korespondensi politisnya dengan
berbagai variabel yang mendahuluinya, variabel yang menengahinya dan variabel
yang mengonsiliasi kekuatan kekuatan “Massa” setelah rangkaian karnaval
demonstrasi dinegeri tercinta, yang secara telanjang melahirkan “spirit
demokrasi yang spektakuler”.
Indonesia,
adalah negeri yang dipenuhi oleh investigasi langgam Ideologis, sekaligus
negeri yang dijejali oleh rangkaian kepentingan “kaum pemodal dan kekuatan
aristokrasi politik”. Senantiasa ada tawar menawar wibawa, untuk melunakkan
pemeo tarik menarik kepentingan antara kekuatan kekuatan struktural yang ada.
Baik yang secara kultural, merepresentasikan profil “kelas Marjinal”, maupun
kekuatan kekuatan romansa populis yang secara general, kita temukan sebagai
kekuatan yang paling kreatif membajak adagium “Vox Popule Vox dei”/suara rakyat suara Tuhan.
Selalu
ada yang menarik gairah dan kegelisahan Intelektual kita, sebagai kaum
terpelajar dinegeri Indonesia kita ini terhadap perstiwa peristiwa ekonomi,
politik dan isu isu moral...” yang seakan akan membangun kohesi sirkular.
Adanya peristiwa ekonomi (baca: isu ekonomi) kerapkali merupakan pembentukan
implikasi dari dialektika eskalasi politik. Begitupun dengan menyeruaknya isu
isu moral tertentu, seringkali merupakan sesuatu yang tidak lebih, sebagai
langgam konsekuensi yang dipaksakan pada materialitas dilaektika peristiwa
politik yang spektakuler.
Mari
kita mencoba menengok rangkaian aksi yang memberikan warna pada “Kanvas”
peristiwa politik dinegeri kita. Dalam hal ini, yang paling kontemporer adalah
Isu dan faktualitas Kenaikan BBM, yang terkoyak diseret secara sangat gaharnya
oleh melodrama pemebentukan opini dikalangan kaum menengah kebawah. Dalam hal
ini, pembentukan profil Isu dikalangan kaum Muda (Mahasiswa) dan para
komentator didunia Maya dan yang bertebaran diwarung kopi.
Pada
tulisan saya yang sederhana ini, tidak ada ketertarikan sedikitpun untuk
mendudukkan analisis ekonom sebagai wajah investigasi terhadap kasuistik “Luka BBM”. Pada kesempatan
eksplorasi tulisan ini, yang dengan penuh kehormatan dimediasi oleh Kakak Kakak
di UKM PENA....”, tulisan saya tidak lebih sebagai ketertarikan fenomenologis
untuk mengurai “kekuatan langgam politik” yang mengambil peran dominan pada isu
kenaikan BBM ini.
Pertama
tama, izinkan saya untuk menundukkan kepala sebagai simbolik Jiwa yang malu
dihadapan kawan kawan Mahasiswa sekalian yang menyempatkan waktu senggangnya
membaca dan mengelupas tulisan saya ini. Ada perasaan malu, melihat dialektika
sosio-politik dinegeri kita, yang seakan akan lebih sebagai dramatologi, mengisi
kekosongan karnaval isu isu perubahan sosial, yang memang didudukkan oleh
sebagian orang sebagai “suara yang keluar menara”.
Maksud
dari pemeo ini, adalah sebuah sarkasme terhadap fenomena sosio politik kita
yang secara global, tidak lebih sebagai pemetaan kabur diatas kertas kanvas
Nusantara. Menyoal kasus seSpektakuler Isu BBM, tentulah hal yang paling
dinanti nantikan oleh banyak pihak. Baik pihak yang diuntungkan oleh Isu
tersebut, dan tentunya terlebih pihak pihak yang dirugikan secara signifikan
oleh Isu BBM.
Masyarakat
Indonesia adalah masyarakay yang heterogen. Kalaulah dijelaskan pada buku buku
Sosiologi, heterogenitas yang dimaksud lebih pada cakrawala kebudayaan dan
antropologi masyarakat Indonesia. Dua dasawrsa terkhir ini, nampaknya adagium
dan proposisi Sosiologi tersebut, harus mendapatkan revisi. Heterogenitas
masyarakat Indonesia, tidak lagi sebatas pada tekstur kebudayaan dan segala
dialektika etnik, tapi kini dan disini serta disana, sepanjang ingatan sadar
kita pada Indonesia, sebagai ruang spasial “masyarakat Modern”, kita
menyaksikan adanya ekstensifikasi yang diapte/mendalam
pada corpus heterogenitas diTanah Nusantara ini.
Heterogenitas,
sudah sampai pada made desain operasi
urat saraf pada beberapa isu dan
domain yang ultra sensitif dan bahkan tabu di Indonesia. Katakanlah, Isu
“moral”. Isu keberagamaan, Isu Keyakinan hingga babak belurnya pada repetisi
Isu Pribumi Versus Cina.
Mungkin,
sebagian kawan kawan mahasiswa, secara spontan menggerutu membaca tulisan
ini...”!, sambil membatin, apa hubungan antara alinea diatas dengan “KAMI YANG
MEMILIH AKSI DEMOSNTRASI dan KAMI YANG TIDAK MEMILIH AKSI DEMONSTRASI...? ? ?
!!!.... Ehm nyantai miki Cika. Nyantai mki Kakak kakak Senior. Nyantai mki
teman2ku....,
Seperti
prelude tulisan saya dibeberapa alinea diatas. Selalu ada “benang merah” pada rangkaian
kesaksian kesaksian peristiwa dinegeri kita. Mari kita secara kritis melihat,
atau paling banter MENGIMAJINASIKAN wajah Indonesia dengan beberapa luka, yang
disempurnakan oleh dialektika “Bumi Manusia”, anak anak Indonesia. Sekali lagi
saya tegaskan, alur logika tulisan ini tidak bermaksud untuk merincikan
analisis rencana penaikan BBM dan konsekuensianya, sepertiyang bertebaran di
Facebook itu, disana dan diLaptop Laptop dan modem teman teman. Tulisan ini
sekali lagi, lebih pada pemriksaan fenomenologis. Sebuah Upaya sederhana, untuk
memacu akselrasi inteltualitas Kaum Pelajar.
Telah
menjadi pengetahuan kita semua, sebagai rakyat Indonesia dan khususnya orang
orang Sulawesi Selatan yang bertempat tinggal bermukim di Ajatappareng...”,
bahwa hampir semua titik titik vital diProvinsi dan daerah daerah sepanjang
Indonesia terjadi karnaval aksi demonstrasi. Ada yang sehari, ada yang secara
“acak” dan ada juga yang berhari hari seperti potret manifesto dan dramatologi
aksi di Tanah Makassar.
Salah
satu yang paling menyita perhatian publik se Indonesia, adalah langgam
dialektika Aksi di Tanah Ðaeng Tanah
Makassar kita. Apakah yang sesungguhnya terjadi di Ibukota Provinsi Sulawesi
Selatan ini.... ?. apakah sebab logisnya, adalah pembacaan futuristik kawan kawan di Makassar yang sangat tajam dibanding
pembacaan mahasiswa mahasiswa didaearah lain diluar Makassar ??, ataukah
langgam aksi demonstrasi yang terjadi dikawasan Indonesia Timur umumnya dan di
Makassar pada khusunya, adalah Karakteristik “bentuk kedua” orang orang
Sulawesi Selatan, dengan mengingat bawaan Orang Sulawesi Selatan, yang sering
diidentikkan dengan langgam “keras dan tegas”...??. ataukah ada probabilitas,
Kekutasn Elit dan Spionase (Baca: Kaum Intelijen) yang MELANCARKAN OPERASI URAT
SARAF SECARA MELUAS/EKSTENSIF yang mungkin hipotesisnya harus dimulai dari
Makassar yang notabene sebagai salah satu “Pusat terbesar” dikawasan Indonesia
Timur..!!!... ???,
Sudah berlangsung
bebrapa hari, karnaval aksi di Makassar khususnya, tidak hanya terdiri dari
“penyampaian aspirasi”, lebih dari itu !!!....”, sudah menyeruak pada
pembentukan GEJALA LAIN. Siapakah sesungguhnya “Kaum PELUKIS DI ATAS KANVAS
HITAM” di Wilayah Indonesia Timur dan apakah hanya rekaan belaka, ESKALASI aksi
dibeberapa titik di Indonesia, juga seakan akan INGIN MENGULANG beberapa
peristiwa penting pada PETA SEJARAH dinegeri kita...!!, dengan melihat alot dan
kekanak kanakannya peristiwa peristiwa Politik di Pusat Indonesia (Baca:
Jakarta khususnya dan Wilayah Indonesia Barat pada umumnya). Ada konflik
diametral antara “KAUM SANTRI” yang didelegasikan secara “TELANJANG” oleh orang
orang yang mengatasnamakan “SINDIKATNYA” sebagai FRONT PEMBELA ISLAM dan orang
orang di IDENTIKKAN atau secara NARSIS menyebut diri mereka sebagai KAUM
NASIONALIS....!. Kawan kawan sekali lagi, tulisan saya tidak bermaksud untuk
Memberikan JUDGEMENT kepada pihak
pihak tertentu. Sekali lagi juga, tulisan sederhana ini hanya bermaksud untuk
membuka CAKRAWALA BERPIKIR KITA SEMUA di Kampus Biru. Kampus KITA SEMUA,
Universitas Muhammaduyah Parepare. Akh.... tiba tiba saja, saya seakan akan
mereka reka...”, apakah aksi demonstrasi yang saya lakukan dengan teman2 dari
UMPAR, adalah aksi yang disebut sebagai “AKSI MURNI”...’ atau jangan jangan juga....”,
kami adalah bagian dari rekayasa Kaum Intelijen, yang terkadang kami kagumi
sebagai Aktivis Mahasiswa yang Paling revolusioner, Frontal dan predikat
predikat Romantik lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar