TERLALU
banyak masalah melanda negeri ini, seperti benang kusut, entah dari mana harus
ditarik solusinya. Salah satu isu yang sedang hangat-hangatnya, adalah isu
kenaikan harga BBM. Perspektif umum saya, BBM memang sudah semestinya naik,
karena harga minyak dunia memang sedang naik. Saya tidak paham bagaimana
perhitungannya, tetapi analisis dangkalnya, bila BBM tidak dinaikkan, untuk
menutupi anggaran pembangunan, larinya ke hutang luar negeri.
Tetapi,
hati kecil tentu saja berkata, BBM jangan sampai naik. Bila BBM naik,
harga-harga kebutuhan pokok pasti akan naik. Tarif angkutan umum, naik. Begitu
pula, tarif dasar listrik. Tentu daya beli masyarakat akan turun, berujung pada
inflasi yang diperkirakan akan mencapai enam persen. Empat sampai lima juta
warga terancam miskin.
Tidaklah
mudah memang, membuat kebijakan untuk sekira 250 juta orang yang mayoritas
hidup di bawah garis kemiskinan. Belum lagi, kebijakan untuk menanggulangi
kenaikan BBM harus segera diambil. Hingga muncul pertanyaan, akan tepatkah
kebijakan yang diambil? Atau justru makin bertambah masyarakat miskin secara
jumlah? Indonesia sangat jauh dalam mencapai konsepsi welfare state.
Kemudian,
yang tidak kalah krusial, adalah pendistribusian. BLT untuk warga miskin.
Standar miskin apa yang dipakai? Siapa yang bisa dikatakan miskin? Apakah kita
bicara tentang kemiskinan absolut atau relatif? Banyak masyarakat yang kualitas
hidupnya masih jauh dari baik, tapi belum bisa dikatakan miskin karena kategori
tertentu. Mengapa BLT saya anggap tidak mencerdaskan? Karena masyarakat jadi
diinternalisasikan untuk mendapat solusi yang instan pascakenaikan harga BBM.
Masyarakat tidak dirangsang untuk mandiri secara ekonomi. Usaha-usaha domestik
jika berkembang akan menyerap banyak tenaga kerja, menghasilkan produk yang
inovatif, dan tentu saja akan mendongkrak perekonomian nasional.
Masyarakat
hanya diberi uang tunai untuk mencukupi kebutuhan (itu juga sebenarnya tidak
cukup). Jangankan untuk mengembangkan usaha, yang terpikir adalah bagaimana
harus makan hari ini. Seharusnya program pemerintah harus memacu masyarakat
untuk kreatif menghidupi dirinya sendiri.
Menyikapi
isu kenaikan BBM seperti dalam situasi serba salah. BBM harus naik dan
kebijakan pascakenaikan harus seiring dijalankan untuk meredam gejolak sosial
yang pasti terjadi. Pertanyaan setiap orang sama, akankah kebijakan ini akan
sedikit demi sedikit membawa rakyat Indonesia menjadi sejahtera? Secara teori,
untuk memetakan aspirasi menjadi sebuah kebijakan, butuh proses. But, right
now, damned about the process, we just want feel happy life in our beautiful
country, Indonesia.(010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar