Sabtu, 27 Desember 2014

KEBIJAKAN BBM, UNTUNG ATAU BUNTUNG



TERLALU banyak masalah melanda negeri ini, seperti benang kusut, entah dari mana harus ditarik solusinya. Salah satu isu yang sedang hangat-hangatnya, adalah isu kenaikan harga BBM. Perspektif umum saya, BBM memang sudah semestinya naik, karena harga minyak dunia memang sedang naik. Saya tidak paham bagaimana perhitungannya, tetapi analisis dangkalnya, bila BBM tidak dinaikkan, untuk menutupi anggaran pembangunan, larinya ke hutang luar negeri.
Tetapi, hati kecil tentu saja berkata, BBM jangan sampai naik. Bila BBM naik, harga-harga kebutuhan pokok pasti akan naik. Tarif angkutan umum, naik. Begitu pula, tarif dasar listrik. Tentu daya beli masyarakat akan turun, berujung pada inflasi yang diperkirakan akan mencapai enam persen. Empat sampai lima juta warga terancam miskin.
Tidaklah mudah memang, membuat kebijakan untuk sekira 250 juta orang yang mayoritas hidup di bawah garis kemiskinan. Belum lagi, kebijakan untuk menanggulangi kenaikan BBM harus segera diambil. Hingga muncul pertanyaan, akan tepatkah kebijakan yang diambil? Atau justru makin bertambah masyarakat miskin secara jumlah? Indonesia sangat jauh dalam mencapai konsepsi welfare state.
Kemudian, yang tidak kalah krusial, adalah pendistribusian. BLT untuk warga miskin. Standar miskin apa yang dipakai? Siapa yang bisa dikatakan miskin? Apakah kita bicara tentang kemiskinan absolut atau relatif? Banyak masyarakat yang kualitas hidupnya masih jauh dari baik, tapi belum bisa dikatakan miskin karena kategori tertentu. Mengapa BLT saya anggap tidak mencerdaskan? Karena masyarakat jadi diinternalisasikan untuk mendapat solusi yang instan pascakenaikan harga BBM. Masyarakat tidak dirangsang untuk mandiri secara ekonomi. Usaha-usaha domestik jika berkembang akan menyerap banyak tenaga kerja, menghasilkan produk yang inovatif, dan tentu saja akan mendongkrak perekonomian nasional.
Masyarakat hanya diberi uang tunai untuk mencukupi kebutuhan (itu juga sebenarnya tidak cukup). Jangankan untuk mengembangkan usaha, yang terpikir adalah bagaimana harus makan hari ini. Seharusnya program pemerintah harus memacu masyarakat untuk kreatif menghidupi dirinya sendiri.
Menyikapi isu kenaikan BBM seperti dalam situasi serba salah. BBM harus naik dan kebijakan pascakenaikan harus seiring dijalankan untuk meredam gejolak sosial yang pasti terjadi. Pertanyaan setiap orang sama, akankah kebijakan ini akan sedikit demi sedikit membawa rakyat Indonesia menjadi sejahtera? Secara teori, untuk memetakan aspirasi menjadi sebuah kebijakan, butuh proses. But, right now, damned about the process, we just want feel happy life in our beautiful country, Indonesia.(010)

Tidak ada komentar:

ALLAZI ALLAMA BILKALAM ALLAMAL INSANA MALAM YA'LAM