Dalam hidup sebagai muslim, muslimah, maka penting adanya komitmen yang merupakan sumber dari
tingkat keterlibatan kepada dasar-dasar
hidup Islami sebagai berikut:
1. Komitmen Taat atas segala prinsip dan peraturan yang
berdasarkan/sesuai Qur’an dan Hadits.
Dalam hidup sebagai muslim, muslimah, lebih-lebih kader dan
pimpinan non formal dan formal di tengah-tengah masyarakat, merupakan hal yang
penting untuk taat dan senantiasa menjunjung tinggi syariat Islam yang berdasarkan Qur’an dan Hadits. Artinya, taat atas segala prinsip dan
peraturan yang berdasarkan Qur’an dan Hadits sebagai pijakan utama dalam hidup
dan kehidupan yang mengantarkan bahagia dunia dan akhirat. Dengan demikian
terwujudlah Umat Islam Indonesia yang
berani mengorbangkan harta bendanya, kekuatan dan fikirannya untuk kemajuan dan
keluhuran Agama Islam yang mengantarkan Indonesia menjadi negara yang adil, sejahtera
dan makmur merata, diridhai Allah di dunai dan akhirat.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
berkata: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman,
dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. (Q. S. Ibrahim (14): 35).
dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. (Q. S. Ibrahim (14): 35).
Termasuk komitmen juga yaitu taat
atas segala keputusan pemerintah dan atau organisasi yang dijiwai oleh akal
yang beriman dan tunduk pada Qur’an dan
Hadits. Jangan ada anggapan di kalangan muslim, muslimah bahwa karena asas
segala aturan dan keputusan
pemerintah/organisasi itu buatan manusia, maka boleh melakukan
pelanggaran dan pengingkaran, sebab semuanya dihasilkan melalui musyawarah dan
kebijakan pemerintah/organisasi yang menjadi pedoman sekaligus tatanan untuk
kemaslahatan gerakan kemasyarakatan.
Jangan pula salah kaprah dengan
membandingkan aturan dan keputusan pemerintah/organisasi dengan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, sebab kadang muncul pada
sebagian muslim, muslimah, sehingga dengan mudahnya mengingkari apa yang
berlaku dan diputuskan baik pemerintah demikian organisasi. Karena bukan
Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka boleh seenaknya melanggar dan mengingkari tatanan
hidup berbangsa dan bermasyarakat tersebut. Fenomena itu yang muncul menjadi
koruptor, pengkhianat bangsa dan lain sebagainya. Sekalipun sebenarnya dialah
yang wajib menjujung tinggi kepetusan/aturan tersebut karena ia pejabat Negara,
misalnya ia seorang legislator (DPR) atau seorang pejabat lainnya. Komitmen
ketaatan tersebut terang tersurat dalam firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman,
ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (Q.S. An Nisa’
(4): 59).
2. Komitmen Bermusyawarah dan Ukhuwah.
Dalam hidup sebagai muslim, muslimah itu tumbuh kuat dan
berkembang karena musyawarah yang menjadi pedoman dalam memutuskan segala hal
yang berkaitan dengan hajat hidup sebagai pribadi, keluarga, masyarakat dan
organisasi/negara. Sejak adanya kesadaran berkelompok prinsip musyawarah
melekat dalam gerakan/setiap usaha sadarnya, sehingga lahirlah institusi Rapat
Tahunan yang kemudian menjadi Kongres dan Muktamar dan lain sebagainya, di samping berbagai bentuk permusyarawatan
kelompok/organisasi di bawahnya. Prinsip musyawarah bahkan tercermin dalam
format kepemimpinan umat Islam di
tengah-tengah kemasyarakatannya. Hal tersebut sebagaimana pesan utama Allah dalam Al-Qur’an.
Dan (bagi) orang-orang yang
menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (Q.S. Asy Syuura (42): 38).
Dengan menjunjung tinggi prinsip
musyawarah, maka semakin kuat/kokoh persaudaraan/persatuan disemua tingkatan di
tengah-tengah masyarakat dan bangsa, terpeliharalah persatuan, persaudaraan
yang meliputi: pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa. Hal tersebut sangat
jelas merupakan seruan Allah Swt. firman-Nya:
103. dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S. Ali
Imran (3): 103).
29 Diriwayatkan dari Anas bin
Malik r.a katanya: Nabi Saw. telah bersabda: Tidak sempurna iman seseorang itu,
sebelum dia mengasihi saudaranya atau baginda bersabda: Sebelum dia mengasihi
tetangganya, sebagaimana dia kasihi dirinya sendiri.
Kadang ada perasaan kurang
enaklah saat selesai musyawarah lantas dirasakan ada sesuatu yang betul-betul
disiasati oleh sebagian peserta musyawarah sehingga hal tersebut dapat menjadi
keputusan, tetapi sebagai pribadi yang penuh kearifan, maka hal-hal semacam itu
diterima dengan penuh pengertian, demi pesaudaraan, demi ukhwah, dalam
menjalankan fungsi kehambaan dan kekhalifahan.
Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar