Rabu, 18 Juli 2012

KINERJA SANG DOSEN

Seorang dosen seharusnya  bisa berperang sebagai  orang terpelajar, dari sisi moral, pola pikir, serta  sikap dan perilakunya benar-benar menggambarkan seorang intelektual. Dengan figur, ilmu, keahlian dan wawasannnya diharapkan dapat membuat mahasiswa menjelma menjadi calon intelek masa depan yang berkualitas , berilmu, dan berpendidikan. Tapi selembar cerita buruk sekaligus menjadi rahasia umum bahkan menjadi sebuah fenomena, memperburuk citra dan kinerja  pengajar  dan sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Entah ini sudah mewabah atau hanya di universitas tertentu yang mengalami hal seperti ini, suatu hal yang sangat menyengsarakan dan merugikan mahasiswa. Sekarang dosen seolah-olah menejer dari sebuah perusahaan yang mempunyai rezim atas setiap keputusan pada bawahannya, mereka juga mengubah sebuah universitas dimana wadah untuk belajar disulapnya menjadi lahan bisnis atau tempat rekreasi.
Cerita buruk tentang kinerja mereka, kita mulai dengan banyaknya dosen yang tidak memperdulikan eksistensi kehadirannya. Hanya mengajar 2-3 kali dalam satu semester, Mengajar tapi  hanya asal masuk, datang, duduk dan tanda tangan absen, Biasanya mereka hanya 20-30 menit di dalam kelas kemudian pergi dengan alasan sibuk, jadwal mengajar padat, mata kuliah bertabrakan,
ataupun dengan alasan lainnya. Tidakkah mereka mengerti uang SPP yang dibayar oleh mahasiswa untuk  mendapatkan pengajaran darinya sama saja bohong atau tidak terealisasiakan.
Hal ini sudah melenceng dari tugas pokok seorang pengajar atau tri darma, dimana seorang dosen sebagai anggota sivitas akademika memiliki tugas mentransformasikan ilmu pengetahuan yang dikuasainya, dengan mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar mahasiswa secara aktif mengembangkan potensinya. Dosen sebagai ilmuwan memiliki tugas mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah serta menyebarluaskannya. Dan hal ini tidak akan mungkin terlaksana jika tidak ada proses pembelajaran yang aktif dan efektif dari dosen.
Cerita buruk yang kedua tentang kinerja  mereka, yaitu banyak dari mereka yang memamfaatkan profesinya untuk mencari keuntungan dari mahasiswa. Dengan alasan sumber pembelajaran dalam hal ini buku, banyak dosen yang menjual bukunya dengan harga yang tidak wajar, bahkan untuk sebuah lembaran foto copy, mahasiswa harus menghargainya dengan harga yang cukup tinggi.
Tidak hanya sebatas itu, mereka akan memberikan nilai eror pada anak didiknya jika buku atau proferti yang disiapkan tidak dibeli. Dosen secara perorangan atau berkelompok memang wajib menulis buku ajar atau buku teks, wajib diterbitkan oleh perguruan tinggi sebagai salah satu sumber belajar yang penting dalam pembelajaran dan untuk pengembangan budaya akademik dan budaya baca tulis bagi sivitas akademika. Sebagaimana yang tertuang di RUU Pendidikan Tinggi hasil panja RUUDIKTI 22 Februari 2012 Untuk bahan uji publik pasal 13, No.3, tapi setidaknya mereka harus menyesuaikannya dengan  wajar. Bukankah mahasiswa bisa diberikaan kebebasan untuk memilih dan mencari sumber pembelajaran sendiri, sehingga dosen tinggal mengarahkan dan mengawasi proses pembelajaran dan  mengevaluasi hasil pembelajaran.
Jadi, kami berharap akan  ada nantinya aturan atau ketentuan khusus yang akan menindak hal-hal seperti ini supaya tidak ada lagi dosen-dosen yang malas yang  menjadikan universitas seolah-olah tempat rekreasi, datang dan pergi semaunya, dan tidak ada lagi dosen-dosen yang asal memberikan nilai eror  pada anak didiknya hanya karna buku atau propertinya tidak dibeli. Mahasiswa  ingin dosen yang peduli dengan eksistensi kehadirannya, peduli dengan apa yang nantinya akan didapat oleh anak didiknya tidak hanya sebatas nilai yang tertera di kertas tapi juga apa yang tertera pada kemampuannya. (lkm.pn)

Tidak ada komentar:

ALLAZI ALLAMA BILKALAM ALLAMAL INSANA MALAM YA'LAM