Kamis, 19 Juli 2012

SITUASI KONGKRIT BANGSA KITA AKIBAT ANJING-ANJING YANG HAUS KEKUASAAN DAN UANG

Samuel Sahril, Matematka, semester VI

Penetrasi Imprealisme dalam bentuk terbarunya sungguh sangat luar biasa dalam memporak-porandakan segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara kita, melalui kaki tanganya  Rezim neolib (sby-boediyono) dan juga aparatur negara dari pusat hingga daerah yang menjadi komperadornya menjadikan hampir 90% Kebijakan pemerintah yang dihasilkan diintervensi oleh pihak asing yang ini pada akhirnya menyebabkan hegemoni sistem Imprealisme di Indonesia lalu berimplikasi menumpulkan kurangnya kesadaran masyarakat akan penjajahan imperialis.  lebih jauh lagi sistem imprelisme itu telah menyebabkan hancurnya industrialisasi nasional akibat dominasi modal asing.


Pendidikan sebagai salah satu sektor penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, pun tak luput dari libasan sistem imprealisme ini. Sehingga dalam menyusun program PERUBAHAN harus setepat mungkin mencerminkan penyelesaian problem-problem pokok yang dihadapi rakyat saat ini. Karena itu Program Perjuangan Mahasiswa kita kedepan harus berbasiskan kebutuhan objektif (keharusan sejarah) tahap perubahan di Indonesia. Ukurannya adalah sejauh mana program-programnya memenuhi batas objektif untuk diterapkan dan berkemampuan menyediakan prasyarat bagi pembangunan masyarakat yang lebih maju, modern, berkeadilan sosial , dan beradab. Dan berlandaskan pada Pancasila seperti yang sudah kita sepakati bersama.

Angka putus sekolah di jenjang sekolah dasar. Sebanyak 527.850 anak atau 1,7 persen dari 31,05 juta anak SD putus sekolah setiap tahunnya. UNESCO merilis indeks pembangunan pendidikan (education development index) dalam EFA Global Monitoring Report 2011. Peringkat Indonesia turun pada posisi ke-69 dari 127 negara.  Putus sekolah di jenjang pendidikan dasar disebabkan akibat tingginya biaya pendidikan, sementra lulusan pendidikan dasar yang tidak dapat lanjut ke tingkat SMP tercatat 720.000 siswa (18,4 persen) dari lulusan setiap tahunnya. Lebih dari 1,1 juta lulusan SMP sederajat tidak tertampung di jenjang pendidikan SMA/SMK/MA,  kondisi ini di perparah lagi dengan tingginya angka putus sekolah di janjang SMP yang mencapai mencapai 4,27 persen dari sekitar 9,1 juta siswa yang artinya, ada sekitar 388.000 siswa SMP yang ’putus di tengah jalan’ dan tidak menyelesaikan pendidikannya.

Dari 27,7 juta siswa di bangku tingkat SD, 10 juta siswa tingkat SMP, dan 7 juta siswa setingkat SMA. Dari jumlah itu, sedikitnya ada sekitar 2,7 juta siswa tingkat SD dan 2 juta siswa setingkat SMP yang terancam putus sekolah. Siswa di SMP, hanya 23 persen yang mampu meneruskan ke tingkat SMA. Sisanya tidak bisa meneruskan, di antaranya ada yang terpaksa bekerja, Seperti dalam kasus pendidikan di berbagai daerah di tanah air, 70% anak putus sekolah karena alasan orang tua mereka tidak sanggup membeli seragam sekolah mahal yang mencapai harga Rp. 500.000an perorang. Sementara rata-rata orang tua siswa berpenghasilan di bawah U$ 2 perhari, yang sebagian besarnya  berprofesi sebagai pekerja informal; tukang bejak, buruh tani, buruh pabrik tidak tetap, sopir angkot dll. Pendapatan yang mereka peroleh tentu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan, Jika dilihat dari kasus tersebut uang 500ribu bukanlah uang yang tidak sedikit melihat mata pencarian orang tua mereka. bayangkan saja jika dalam satu sekolah ada dua orang anak yang bersekolah berarti harus mengeluarkan uang 1juta untuk seragam saja. Padahal Sesuai dengan Landasan pokok keberadaan sistem pendidikan nasional adalah UUD 45 Bab XIII, Pasal 31, ayat (1) Yang menyatakan bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Hal ini mengandung implikasi bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara.
Dalam situasi ini, sebagaimana dijelaskan dalam Situasi Nasional, mahasiswa menghadapi serbuan penetrasi system Imprealisme yang semakin dasyat oleh komersialisasi/kapitalisasi pendidikan.  Kenyataan ini juga menunjukan bahwa akses rakyat, khususnya pemuda/pelajar terhadap dunia pendidikan tinggi masih sangat rendah. Hal ini jelas menyulitkan misi sosial dari  dunia pendidikan tinggi untuk memperkuat pencerdasasan kehidupan bangsa sebagai dasar bagi pembangunan masyarakat Indonesia yang modern, tangguh, mandiri, dan massal sehingga mampu memakmurkan seluruh rakyat. Pendidikan, diabdikan sebagai ajang untuk  akumulasi profit dan para mahasiswa diarahkan untuk menjadi sekrup-sekrup kapitalisme. brm.pn

Tidak ada komentar:

ALLAZI ALLAMA BILKALAM ALLAMAL INSANA MALAM YA'LAM